BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
HL
Blum, seorang pakar yang selama ini selalu menjadi rujukan dan ’‘suhu’ kesehatan
masyarakat, melalui teorinya berpendapat bahwa kesehatan lingkungan dan
perilaku manusia merupakan dua faktor dominan yang paling berpengaruh terhadap
status kesehatan masyarakat. Komponen perilaku dan komponen kesehatan
lingkungan ini merupakan dua faktor yang paling memungkinkan untuk
diintervensi, sehingga telah menjadi kiblat berbagai tindakan promotif dan
preventif pada mayoritas masalah penyakit dan masalah kesehatan.
Saat
ini penyakit berbasis lingkungan masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat
di Indonesia. ISPA, diare, cacingan dan malaria yang merupakan penyakit
berbasis lingkungan yang selalu ada hampir seluruh Puskesmas di Indonesia.
Masih
tingginya penyakit berbasis lingkungan antara lain Penyakit disebabkan oleh
faktor lingkungan serta perilaku hidup bersih dan sehat yang masih rendah.
Berdasarkan aspek sanitasi tingginya angka penyakit berbasis lingkungan banyak
disebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan air bersih masyarakat, pemanfaatan
jamban yang masih rendah, tercemarnya tanah, air, dan udara karena limbah rumah
tangga, limbah industri, limbah pertanian, sarana transportaasi, serta kondisi
lingkungan fisik yang memungkinkan.
Oleh
karena itu pada makalah ini akan dibahas tentang penyakit ringan seperti ISPA,
cacingan, diare, dan malaria. Masalah yang akan dibahas ialah gejala dan cara
pengobatan penyakit-penyakit ringan tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
itu penyakit ISPA?
2. Bagaimana
cara pengobatan penyakit ISPA?
3. Apa
itu penyakit cacingan?
4. Bagaimana
pengobatan penyakit cacingan?
5. Apa
itu penyakit diare?
6. Bagaimana
pengobatan penyakit diare?
7. Apa
itu penyakit malaria?
8. Bagaimana
pengobatan penyakit malaria?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
tentang penyakit ISPA.
2. Mengetahui
cara pengobatan ISPA.
3. Mengetahui
tentang penyakit cacingan.
4. Mengetahui
cara mengobati penyakit cacingan.
5. Mengetahui
tentang penyakit diare.
6. Mengetahui
cara pengobatan penyakit diare.
7. Mengetahui
tentang penyakit malaria.
8. Mengetahui
cara mengobati penyakit malaria.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ISPA
2.1.1 Pengertian ISPA
ISPA
masih sering disalah artikan oleh banyak orang yaitu Infeksi Saluran Pernapasan
Atas. Padahal sebenarnya ISPA adalah singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan
Akut. ISPA melibatkan
saluran pernapasan atas dan juga saluran pernapasan bawah. Infeksi saluran
pernapasan akut bagian atas antara lain rhinitis, faringitis, sedangkan infeksi
saluran pernapasan akut bagian bawah meliputi laryngitis , bronchitis,
bronkhiolitis, pneumonia.
2.1.2 Klasifikasi ISPA
a.
Bukan pneumonia
Bukan pneumonia terjadi mencakup
kelompok pasien balita dengan batuk yang
tidak menunjukan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukan adanya
tarikan dinding dada bagian bawah kearah dalam. Contohnya adalah common cold,
faringitis, tonsilitas, dan otitis.
b.
Pneumonia
Pneumonia dapat dilihan atas dasar adanya batuk dan
atau kesukaran bernapas. Diagnosis gejala ini berdasarkan usia, batas frekuensi
napas cepat pada anak berusia dua bulan sampai < 1 tahun adalah 50 kali per
menit dan untuk anak usia 1 sampai <5 tahun adalah 40 kali per menit.
c.
Pneumonia berat
Pneumonia berat dapat dilihat atas
dasar adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai sesak napas atau
tarikan dinding dada bagian bawah kearah dalam (chest indrawing) pada anak
berusia dua bulan sampai <5 tahun. Untuk anak berusia < 2 bulan,
diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat yaitu frekuensi
pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat
pada dinding dada bagian bawah ke arah dalam.
2.1.3 Gejala ISPA
Batuk
Flu
Demam
Sesak
napas
Gizi
buruk
Kejang
Tidak
bisa minum
Napas
cepat
2.1.4 Cara Mengatasi ISPA
- Bukan Pneumonia : dilakukan
perawatan di rumah
- Pneumonia : di beri obat + di beri
nasihat tentang perawatan di rumah
- Pneumonia berat : di rujuk ke
rumah sakit
2.2 CACINGAN
Cacingan
adalah penyakit yang disebab oleh parasit yaitu cacing.
2.2.1 Klasifikasi Jenis Cacing
a. Nematoda
- Cacing
Tambang (Ankilostomiasis)
- Cacing
Gelang (Ascaris lumbricoides)
- Cacing
Kremi (Enterobius vermicularis)
- Cacing
Cambuk (Trichuris trichiura)
b.
Cestoda
- Cacing
pita ikan (Diphyllobothrium latum)
- Cacing
pita sapi (Taenia Saginata)
- Cacing
pita sapi (Taenia Solium)
c.
Trematoda
- Trematoda
Hati (Liver Flukes)
- Trematoda
Usus (Intestinal Flukes)
- Trematoda
Paru-paru (Lung Flukes)
- Trematoda
Darah
2.2.2 Gejala dan Pengobatan Cacingan
a. Cacing Tambang (Ankilostomiasi)
Gejala
: Terdapat keluhan kulit seperti gatal akibat masuknya larva. Gangguan saluran
pencernaan berupa berkurang nafsu makan, mual, muntah, nyeri perut, dan diare,
berhubung adanya cacing dewasa pada usus halus. Pada infeksi kronis, anemia
dapat terjadi karena penghisapan darah oleh cacing. Bila dalam tubuh terdapat
kurang dari 50 cacing maka gejala akan subklinis, bila terdapat 50-125 cacing
maka akan timbul gejala klinis , dan bila terdapat 125-500 cacing maka gejala
akan berat .
Pengobatan : 1. Pirental pamoat dosis
tunggal 10 mg/kgBB
2. Mebendazol 100 mg, 2 x sehari selama 3 hari
3. Obat lain, misalnya albendazol
400 mg sehari, selama 5 hari
b.
Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)
Gejala
: hanya sebagia kecil penderita menunjukan gejala klinis, sebagian besar
asimtomatis. Gejala yang muncul biasanya disebabkan oleh migrasi larva dan
cacing dewasa. Paru-paru merupakan organ yang dilalui cacing pada siklus
hidupnya, maka keluhan klinis sering berasal dari organ tersebut. Gejala
penyakit berkisar dari yang ringan berupa batuk sampai yang berat seperti sesak
napas. Gejala yang disebabkan cacing dewasa dapat bervariasi mulai dari
penyumbatan lumen usus karena banyaknya cacing, kemudian cacing berjalan
kejaringan hati, samapi muntah cacing yang bisa menyumbat saluran napas.
Pengobatan : 1. Pirantel pamoat, dosis
tunggal 10 mg/kgBB
2. Mebendazol 100 mg, 2 kali sehari
selama 3 hari
3. Albendazol
(anak >2 tahun) 400 mg (2 tablet) dosis tunggal.
c. Cacing Kremi (Enterobius vermicularis)
Gejala
: Sensasi gatal di sekitar anus adalah gejala yang khas pada infeksi ini.
Gejala tersebut biasanya diikuti dengan gangguan kurang tidur. Diagnosis dibuat
berdasarkan gejala dan ditemukannya telur dari apusan anus atau adanya cacing
pada daerah tersebut.
Pengobatan : 1. Menbendazol dosis tunggal 100 mg
2.
Garam piperazin
3. Tiabendazol
4. Pirvinium pamoat
d. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)
Gejala
: Penyakit cacing cambuk biasanya tanpa gejala (asimtomatis). Infeksi berat
bisa menyebabkan anemia ringan dan diare berdarah sebagai konsekuensi
kehilangan darah karena penghisapan cacing. Diagnosis didapatkan dari adanya telur
atau cacing dewasa dalam tinja.
Pengobatan
: 1. Menbendazol 100 mg, 2 kali
sehari, selama 3 hari
2.
Albendazol 400 mg
3. Pirantel pamoat.
e. Diphyllobothrium latum (Cacing pita
ikan)
Gejala
: Gastrointestinal berupa diare, hilang nafsu makan.
Pengobatan
: Yomesan dan Bithionol
f.
Cacing Pita Babi ( Taenia solium)
Gejala
: Taenia solium biasanya tapa gejala, tapi kadang-kadang dapat menimbulkan
perasaan tidak enak di perut yang diikuti oleh diare dan sembelit . dapat juga
menyebabkan nafsu makan berkurang, hingga badan menjadi lemah.
Pengobatan
: Atebrin dan Yomesan
g.
Cacing Pita Sapi ( Taenia saginata )
Gejala
: Taenia Saginata biasanya tidak menimbulkan gejala. Kadang – kadang terdapat
gejala usus dan eosinofilia. Penderita biasanya datang ke dokter karena
ploglotid dapat bergerak aktif keluar anus.
Pengobatan
: Atebrin dan Yomesan
h. Trematoda hati domba (Fasciola hepatica)
Gejala
: Selama bermigrasi dapat menimbulkan kerusakan parenkim hati. Dalam
saluran empedu menimbulkan radang dan penyumbatan dengan akibat cirrhosis
periportal.
Pengobatan
: HCl emetin 0,03 g/hari, selama 17 hari
i.
Fasciolapsis buski
Gejala : Karena cacing melekat pada
dinding usus halus, maka akan menyebabkan ulkus yang menimbulkan diare
eosinofilia, cachexim, dan infeksi berat dapat menimbulkan kematian.
Pengobatan : Tetrachior ethylene dan
hexylresorsional
j. Paragoniues westermani
Gejala : Terdapat kista dalam alat yang
dihinggapi. Gejala paru-paru mulai dengan batuk kering disusul batuk berdarah
dengan dahak seperti karat. Dapat juga timbul gejala abses pada alat lain,
seperti otak, hati, dinding usus, otot, dan limpa.
Pengobatan :
Klorokuin 0,75 g/hari sampai 40 g, bhitional
k.
Schistosoma japonicum
Gejala
: Stadium I : gatal-gatal, gejala intoksikasi dosertai demam, hepatomegali,
dan eosinofilia tinggi.
Stadium II : sindroma disentri disertai
demam
Stadium III : sirrhosis hepatis,
emasiasi, splenomegali, mungkin terdapat gejala saraf dan paru-paru
Pengobatan
: -
2.3 MALARIA
2.3.1 Pengertian Malaria
Malaria
adalah penyakit yang disebabkan oleh salah satu parasit yaitu sporozoa
Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles infektif. Sebagian
besar nyamuk anopheles akan menggigit pada waktu senja atau malam hari, pada
beberapa jenis nyamuk puncak gigitannya adalah tengah malam sampai fajar.
2.3.2
Jenis-Jenis Malaria yang Dapat
Menyerang Manusia
1. Plasmodium
falciparum
2. Plasmodium vivax
3. Plasmodium ovale
4. Plasmodium malariae
2.3.3
Masa Inkubasi Malaria Berdasarkan Jenisnya
1. Plasmodium
falciparum memerlukan waktu 7-14 hari
2. Plasmosium vivax memerlukan
waktu 8-14 hari
3. Plasmodium malariae memerlukan
waktu 7-30 hari
4. Plasmodium ovale memerlukan
waktu 8-14 hari
2.3.4 Gejala
Klinis Malaria
a.
Anamnesis
Keluhan yang sering sekali muncul adalah
demam lebih dari dua hari, menggigil, dan berkeringat (sering disebut dengan
trias malaria). Demam pada keempat jenis malaria berbeda sesuai dengan proses
skizogoninya. Demam karena P. Falciparum dapat terjadi setiap hari, pada
P. Vivax dan P. Ovale demamnya berselang satu hari, sedangkan
demam pada P. Malariae menyerang berselang dua hari. Kecurigaan adanya
malaria berat dapat dilihat dari adanya satu gejala atau lebih seperti gangguan
kesadaran, kelemahan atau kelumpuhan otot, kejang-kejang, kekuningan pada mata
atau kulit, adanya perdarahan hidung atau gusi, muntah darah atau berak darah.
Selain itu adalah keadaan panas yang sangat tinggi, muntah yang terus-menerus,
perubahan warna air kencing menjadi seperti teh, dan volume air kencing yang
berkurang sampai tidak keluar air kencing sama sekali.
b.
Pemeriksaan fisik
Pasien mengalami demam 37,5-40oC,
serta anemia yang dibuktikan dengan konjungtiva palpebra yang pucat. Penderita
sering disertai dengan adanya pembesaran limpa dan pembesaran hati. Bila
terjadi serangan malaria berat, gejala dapat disertai dengan syok yang ditandai
dengan menurunnya tekanan darah, nadi berjalan cepat dan lemah, serta frekuensi
napas meningkat. Pada penderita malaria berat, sering terjadi penurunan
kesadaran, dehidrasi, manifestasi perdarahan, ikterik, gangguan fungsi ginjal,
pembesaran hati dan limpa, serta bisa diikuti dengan munculnya gejala
neurologis.
2.3.5 Pengobatan Malaria
Berdasarkan
suseptibilitas berbagai stadium parasit malaria terhadap obat malaria maka obat
malaria dibagi dalam 5 golongan yaitu:
1.
Skizontosida jaringan primer: proguanil,
pitimetamin, dapat membasmi parasit praeritrosit sehingga mencegah masuknya parasit
kedalam eritrosit; digunakan sebagai profilaksis kasual.
2.
Skizontosida jaringan sekunder: primakuin, dapat
membasmi parasit daur eksoeritrositatau bentuk-bentuk jaringan P.vivax dan
P.ovale dan digunakan untuk pengobatan radikal infeksi ini sebagai obat
anti relaps.
3.
Skizontosida darah: membasmi parasit stadium
eritrosit, yang berhubungan dengan penyakit akut disertai gejala klinis.
Skizontosida ini dapat mencapai penyembuhan klinis supresif bagi ke empat
spesies Plasmodium. Skizontosida darah juga membunuh bentuk-bentuk
eritrosit seksual P. Vivax, P. Ovale, P. Malariae, tetapi tidak efektif
terhadap gametosit P. Falciparum yang matang. Skizontosida darah yang
ampuh adalah kina, klorokuin, dan amodiakuin, sedangkan yang efeknya terbatas
adalah proguanil dan pirimetamin.
4.
Gametositosida: menghancurkan semua bentuk seksual
termasuk stadium gametosit P. Falciparum, juga memengaruhi stadium
perkembangan parasit malaria dalam nyamuk Anopheles betina. Beberapa
obat gametositosida untuk ke empat spesies; sedangkan kina, klorokuin,
amodiakuin adalah gametositosida untuk P. Vivax, P. Ovale, dan P.
Malariae.
5.
Sporontosida: mencegah atau menghambat gametosit
dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk Anopheles. Obat
ini mencegah transmisi penyakit malaria dan disebut juga obat anti sporogonik.
Obat-obat yang termasuk dalam golongan ini ialah: primakuin dan proguanil.
2.3.6 Golongan Obat Malaria Menurut Rumus Kimiamya
1.
alkaloid cinchona (kina)
2.
8-aminokuinolin (primakuin)
3.
9-aminoakridin (mepakrin)
4.
4-aminokuinolin (klorokuin, amodiakuin)
5.
biguanida (proguanil, klorproguanil)
6.
diaminopirimidin (pirimetamin, trimetoprim)
7.
sulfon dan sulfonamid (antara lain sulfadoksin)
8.
antibiotik (tetrasiklin, doksisiklin, minosiklin,
klindamisin)
9.
kuinolinmetanol dan fenantrenmetanol (meflokuin)
2.3.7 Penggunaan Obat Malaria
Penggunaan obat malaria
yang utama ialah sebagai pengobatan pencegahan (profilaksis), pengobatan
kuratif (terapeutik) dan pencegahan transmisi.
2.4 DIARE
2.4.1
Pengertian Diare
Diare
adalah perubahan frekuensi dan konsentrasi tinja. WHO pada tahun 1984 mendefinisikan
diare sebagai buang air besar dalam bentuk cair tiga kali atau lebih dalam
sehari semalam (24 jam).
2.4.2
Jenis-Jenis Diare
1.
Diare Akut
Diare
akut atau diare karena infeksi usus yang bersifat mendadak. Diare karena
infeksi usus dapat terjadi pada setiap umur dan bila menyerang bayi umunya
disebut gastroeenteritis infantil. Diare akut disepakati sebagai diare yang
timbul secara mendadak dan berhenti cepat atau maksimal berlangsung sampai 2
minggu.
2.
Diare Kronik
Diare
kronik yang umumnya bersifat menahun diantara diare akut dan kronik disebut
diare subakut. Walker Smith (1978) mendefinisikan diare kronik sebagai diare
yang berlangsung selama 2 minggu atau lebih.
2.4.3
Gejala dan Tanda Diare
1.
Gejala Umum
a.
Buang air besar dalam bentuk cair atau lembek
b.
Muntah
c.
Demam
d.
Gejala dehidrasi, seperti mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis
2.
Gejala Spesifik
a.
Diare hebat dengan warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis
b.
Tinja berlendir dan berdarah
2.4.4
Penyebab Diare
1.
Virus : Rotavirus (40-60%), Adevirus.
2.
Bakteri : Escherichia coli (20-30%), Shigella sp. (1-2%), Vibrio cholerea.
3.
Parasit : Entamoeba histolytica (<1%), Giardia lamblia, Cryptosporidium
(4-11%).
4.
Keracunan makanan.
5.
Malabsorpsi : karbohidarat, lemak, protein
6.
Alergi : makanan, susu sapi.
7.
Imunodefisiensi : AIDS.
2.4.5
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Diare
1.
Faktor gizi
Semakin
buruk gizi seorang anak, ternyata semakin banyak pula kejadian diare yang
dialami.
2.
Faktor makanan yang terkontaminasi
Makanan
yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-anak lebih
tua. Inilah sebab utama bahwa susu botol dapat merupakan sesuatu yang
berbahaya. Meneruskan pemberian ASI (Morley, 1973 dan 1979), menghindarkan susu
botol, perhatian penuh terhadap hiegene makanan anak serta pemberian cairan
oralit seawal mungkin, jika anak menderita diare adalah kunci utama dalam
menanggulangi keadaan ini.
3.
Faktor sosial ekonomi
Kebanyakan
anak yang mudah menderita diare berasal dari keluaraga besar dengan daya beli
yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak punya penyediaanair bersih yang
memenuhi persyaratan kesehatan, pendidikan orang tuanya yang rendah dan sikap
serta kebiasaan yang tidak menguntungkan. Oleh karena itu , faktor edukasi dan
perbaikan ekonomi sangat berperan dalam pencegahan dan penanggulangan diare.
4.
Faktor lingkungan
Sanitasi
lingkungan yang buruk juga akan berpengaruh besar terhadap terjadinya diare.
Masalah kesehatan lingkungan hidup ini meliputi: kurangnya penyediaan air minum
yang bersih, kurangnya pembuangan kotoran yang sehat, keadaan rumah yang pada
umumnya tidak sehat, usaha higene dan sanitasi makanan yang belum menyeluruh,
banyaknya faktor penyakit, dan lain-lain. Besarnya masalah kesehatan lingkungan
hidup ini tercermin dengan masih tingginya prevalensi penyakit infeksi,
termasuk diare.
2.4.6
Pengobatan
a.
Tanpa dehidrasi
Pada keadaan ini, buang air besar terjadi 3-4
kali sehari atau disebut mulai mencret. Pengobatan dapat dilakukan dirumah oleh
keluarga dengan memberi makanan dan minuman yang ada di rumah seperti air
kelapa, larutan garam, air tajin, air teh, maupun oralit.
Ada
tiga cara pemberian cairan yang dapat dilakukan di rumah:
-
Memberikan anak lebih banyak cairan.
-
Memberikan makanan terus-menerus.
-
Membawa ke petugas kesehatan bila anak tidak
membaik dalam tiga hari.
b.
Dehidrasi ringan atau sedang
Diare
dengan dehidrasi ringan ditandai dengan kehilangan cairan sampai 5% dari berat
badan, sedangakan pada diare sedang terjadi kehilanagan cairan 6-10% dari berat
badan. Untuk mengobati penyakit diare pada derajat dehidrasi ringan atau sedang
dengan cara sebagai berikut:
Pada tiga jam pertama jumlah
oralit yang digunakan:
Umur
|
<1
tahun
|
1-4
tahun
|
>5
tahun
|
Jumlah
oralit
|
300 mL
|
600 mL
|
1200 mL
|
Setelah itu, tambahkan setiap kali mencret:
Umur
|
<1
tahun
|
1-4
tahun
|
>5
tahun
|
Jumlah
oralit
|
100 mL
|
200 mL
|
400 mL
|
c. Dehidrasi berat
Diare
dengan dehidrasi berat ditandai dengan mencret terus-menerus, biasanya lebih
dari 10 kali disertai muntah, kehilangan cairan lebih dari 10% berat badan.
Diare ini diatasi dengan perawatan di puskesmas atau rumah sakit untuk di infus
RL (Ringer Laktat).
b.
Teruskan pemberian makan.
Pemberian makanan seperti
semula diberikan sedini mungkin dan disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk bayi,
ASI tetap diberikan bila sebelumnya mendapatkan ASI, namun bila sebelumnya
tidak mendapatkan ASI dapat diteruskan dengan memberikan susu formula.
c.
Antibiotik bila perlu
Sebagian besar
penyebab diare adalah Rotavirus yang tidak memerlukan antibiotik dalam
penatalaksanaan kasus diare karena tidak bermanfaat dan efek sampingnya bahkan
merugikan penderita.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
ISPA adalah
singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA melibatkan saluran pernapasan atas
dan juga saluran pernapasan bawah. Infeksi saluran pernapasan akut bagian atas
antara lain rhinitis, faringitis, sedangkan infeksit saluran pernapasan akut bagian
bawah meliputi laryngitis , bronchitis, bronkhiolitis, pneumonia.
Cacingan adalah penyakit yang
disebab oleh parasit yaitu cacing. Klasifikasi cacing ada tiga yaitu nematoda,
cestoda, dan trematoda.
Malaria
adalah penyakit yang disebabkan oleh salah satu parasit yaitu sporozoa
Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles infektif. Sebagian
besar nyamuk anopheles akan menggigit pada waktu senja atau malam hari, pada
beberapa jenis nyamuk puncak gigitannya adalah tengah malam sampai fajar.
Jenis-jenis malaria yang dapat
menyerang manusia ada empat yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae. Penggunaan
obat malaria yang utama ialah sebagai pengobatan pencegahan (profilaksis),
pengobatan kuratif (terapeutik) dan pencegahan transmisi.
Diare adalah perubahan
frekuensi dan konsentrasi tinja. WHO pada tahun 1984 mendefinisikan diare
sebagai buang air besar dalam bentuk cair tiga kali atau lebih dalam sehari
semalam (24 jam). Jenis-jenis diare ada dua yaitu diare Akut dan diare Kronik.
DAFTAR
REFERENSI
Widoyono, 2008, Penyakit
Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya, Semarang:
Penerbit Erlangga.
Suharyono, 1985, Diare Akut, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Safar, Rosdiana, 2010, Parasitologi Kedokteran, Protozoologi,
Helmintologi, Entomologi, Bandung: CV. YRAMA WIDYA
Gandahusada, Srisasi dan Pribadi, Wita, 1998, Parasitologi
Kedokteran, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.